Selasa, 22 April 2014

perilaku korupsi




Wiranto Partosudirdjo 
menulis pada 06 Oktober 2009 jam 8:56

KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) juga terseret kasus korupsi? Ini dengan asumsi kalau bukti rekaman yang dipublikasikan oleh media TV yaitu pembicaraan antara Antasari Azhar dan Anggoro Widjojo - tersangka perkara korupsi dalam proyek SKRT di Dephut - di Singapore adalah benar-benar terjadi. KPK saja tidak bebas korupsi, jadi lembaga apalagi yang bisa dipercaya untuk bisa memberantas korupsi?

KPK adalah hasil ketidak percayaan rakyat terhadap lembaga peradilan untuk melakukan pemberantasan korupsi yaitu lembaga Kepolisian, Kejaksaaan dan Kehakiman. Tidak ada pelaku korupsi berskala besar bisa dijerat oleh lembaga Kepolisian, Kejaksaan dan Kehakiman bertahun-tahun sejak jaman pak Harto dulu.

KPK telah menunjukkan performa yang lebih baik dibandingkan dengan tiga institusi sekaligaus yaitu Kepolisian, Kejaksaan dan Kehakiman dengan telah berhasil menjerat banyak koruptor di lembaga tinggi negara. Ada ex-menteri, anggota DPR/DPRD, gubernur, bupati, jaksa, gubernur BI, duta besar dll. yang berhasil masuk bui karena tersangkut perkara korupsi.

Dengan performa yang boleh dikatakan fenomenal dalam pemberantasan korupsi, masih ada beberapa ganjalan bahwa KPK terkesan kurang tuntas dalam mengatasi masalah korupsi. Hal ini memberi kesan masih adanya tekanan politis (atau politik uang) dalam beberapa kasus, contohnya adalah:

1. Tidak tuntasnya masalah korupsi jaksa Jaksa Urip Tri Gunawan dan Artalita Suryani yang berhenti setelah kedua pelaku tersebut masuk bui. Padahal jaksa Urip Tri Gunawan dan Artalita Suryani ini hanya pelaku lapangan bukan pelaku korupsi yang sebenarnya. Loloslah para pejabat tinggi Kejaksaan Agung dari jeratan hukum dan penyedia dana dalam peristiwa ini yang adalah para pengemplang dana BLBI. Kalau ini ditelusuri terus pasti akan makin banyak yang bisa tergulung di Kejaksaan Agung, para pejabat BI yang mungkin saat ini menduduki jabatan-jabatan tinggi di pemerintahan, mungkin juga ada para pejabat tinggi pemerintahan lainnya yang juga mem-back-up para pengemplang dana BLBI. Bahkan pengemplang dana BLBI itu sendiri bisa lolos dari jeratan hukum.

2. Perkara anggota DPR yang mendapatkan dana untuk jasanya menyetujui pengangkatan Deputy Gubernur BI – Miranda Gultom. Kenapa tidak semua anggota DPR penerima dana terjerat kasus ini? Siapa penyandang dananya? Pelaku pemberian dana masih dengan aman menduduki posisinya. Banyak anggota DPR yang menerima dana melenggang begitu saja. Ada apa dibalik ini semua ini? Kenapa penyidikan tiba-tiba dihentikan tanpa ada kelanjutan? Ada kesan terjadi tekanan politis (mungkin juga politik uang).

Ujung-ujung dari banyaknya pengungkapan masalah korupsi para petinggi penyelenggara negara terjadi perseteruan KPK dan Kepolisian saat ini, pada saat salah satu pejabat tinggi kepolisian akan disidik oleh KPK. Benar dan salahnya masing-masing pihak saat ini sudah tidak penting lagi, kedua-duanya sudah tercoreng kredibelitas-nya. Jadi sudah tidak ada lagi lembaga negara yang cukup kredibel untuk memberantas korupsi! Berarti korupsi akan marak kembali dengan relatif aman, asal punya network yang luas dikalangan para petinggi negara.
Apakah para pelaku koruptor di Indonesia yang telah berhasil memiskinkan kurang lebih 50% rakyat Indonesia (menurut Laporan Bank Dunia 2008/2009 berpenghasilan dibawah USD 2 per hari, diantaranya ada yang berpenghasialn dibawah US 1 per hari) akan terlepas dari hukuman?

Kalau hukuman dunia tidak mempan lagi niscaya akan datang hukuman dalam bentuk lain, karena tidak ada kejahatan maupun kebaikan seberat sarah (atom) pun yang tidak diketahui oleh Allah SWT seperti dikatakan dalam kitab suci Al Qur’an, Surat Az Zalzalah ayat (7) Barang siapa yang mengerjakan kebaikan seberat zarah pun, niscaya dia akan melihat (balasan) nya. (8) Dan barang siapa yang mengerjakan kejahatan seberat zarah pun, niscaya dia akan melihat (balasan) nya pula.

Akibat perilaku korupsi masyarakat Indonesia.

Korupsi sudah menjadi bagian dari kehidupan bangsa Indonesia. Masyarakat begitu sulit untuk melepas dari kait-terkait dengan dunia korupsi. Boleh dikatakan begitu kita keluar rumah, kita akan terlibat masalah korupsi dengan satu dan lain cara. Dari yang paling sederhana, denda damai tilang polisi, preman penarik uang parkir, uang pelicin perijinan, rekanan pengadaan barang dana jasa institusi negara, sampai dengan yang lebih komplek yaitu konsesi untuk mega proyek. Maka, apakah bangsa Indonesia sudah bisa dikatagorikan sebagai suatu kaum yang menganiaya dirinya sendiri?

Dampak perilaku korupsi bangsa Indonesia sudah begitu luas yang menyangkut segala bidang kehidupan sehingga sikap saling percaya diantara sesama bangsa Indonesia sudah hampir punah. Tersebar secara luas pembicaraan dalam masyarakat tentang ketidakpercayaan tehadap banyak hal, contohnya:

1. Ada ketidak percayaan terhadap lembaga hukum yang ada: Kepolisian, Kejaksaan, dan Kehakiman. Disetiap ada perkara, pasti ada unsur uang pelicin mulai dari Kepolisian, Kejaksaan, Kehakiman, bahkan juga dalam penjara. Mafia pengadilan adalah hal yang nyata dalam hampir setiap perkara hukum.

2. Ada ketidak percayaan untuk membayar pajak dengan benar, karena banyak para penunggak pajak skala kecil maupun besar yang bebas berkeliaran karena permainan dengan para petugas pajak. Sangat sulit bagi pemerintah untuk mengandalkan pajak sebagai sumber utama penerimaan pemerintah, oleh karena itu solusi paling mudah untuk menambal APBN adalah dengan cara berhutang.

3. Ada ketidak percayaan terhadap anggota DPR/DPRD karena tingkah laku korupsi para anggota DPR/DPRD dimasa lalu yang telah menjalankan pekerjaan dengan memungut dana tambahan bagi dirinya (atau teamnya) untuk jasanya dalam menyetujui konsesi mega proyek, perijinan, pengesahan UU, pengesahan APBN/APBD.

4. Ada ketidak percayaan terhadap partai politik karena tidak ada transparansi dari mana partai politik mendapatkan sumber dana. Tidak ada satupun lembaga negara yang mampu melakukan audit penerimaan dana partai-partai politik besar di Indonesia.

5. Ada ketidak percayaan terhadap para pejabat tinggi negara, karena hampir tidak ada penunjukan rekanan pembelanjaan negara yang lepas dari dana kick-back yang kembali ke kantong-kantong para pejabat pejabat tinggi negara.

6. Ada ketidak percayaan bagi umat Islam untuk membayar zakat pada lembaga zakat yang ada, ada rasa khawatir bahwa dana yang terkumpul tidak tersalurkan sebagai mestinya.

7. Ada ketidak percayaan terhadap para ulama yang hidup kaya raya dengan cara menjajakan ayat-ayat suci Al-Qur’an. Buktinya moral masyarakat tidak mengikuti apa yang disarankan oleh para ulama sedangkan para ulamanya sendiri makin bertambah kaya. Nabi Muhammad SAW tidak sesenpun meminta imbalan pada saat menyebarkan agama Islam.

8. Dampak paling akhir adalah adanya kurang lebih 50% rakyat Indonesia yang miskin yang menurut data Bank Dunia 2008/2009 berpenghasilan dibawah USD 2 per hari (diantara ada yang berpenghasilan kurang dari USD 1 per hari).

Saya tidak tahu apakah bangsa Indonesia bisa hidup tenteram dengan banyaknya rasa tidak percaya satu dengan yang lain. Oleh karena itu apakah bangsa Indonesia sudah bisa dikatagorikan sebagai kaum yang menganiaya diri sendiri? Surat Ali Imran ayat (117) Perumpamaan harta yang mereka nafkahkan di dalam kehidupan dunia ini, adalah seperti perumpamaan angin yang mengandung hawa yang sangat dingin, yang menimpa tanaman kaum yang menganiaya diri sendiri, lalu angin itu merusaknya. Allah tidak menganiaya mereka, akan tetapi merekalah yang menganiaya diri mereka sendiri.

Peringatan-peringatan yang diabaikan.

Apakah perilaku korupsi bangsa Indonesia berlanjut terus karena tidak pernah ada yang memperingatkan? Sudah pasti banyak para ulama agama Islam maupun agama lainnya memberikan peringatan-peringatan tentang akibat yang mungkin terjadi bagi umat yang menganiaya diri sendiri pada berbagai kesempatan. Apakah ada yang sadar dengan peringatan-peringatan yang telah diberikan?

Dibawah ini adalah sunnah Allah SWT (hukuman dari Allah SWT) yang disebutkan dalam kitab suci Al Qur’an yang pernah terjadi pada para kaum yang tidak mendengarkan peringatan-peringatan yang disampaikan oleh Nabi-Nabi mereka yang menyeru kepada kebaikan:

1. Umat Nabi Nuh AS, pada jaman Nabi Nuh AS, dibinasakan dengan cara ditenggelamkan secara keseluruhan, kecuali Nabi Nuh AS dan pengikutnya dalam satu perahu yang diselamatkan.
2. Kaum Ad pada jaman Nabi Hud AS, dibinasakan dengan cara didatangkan hujan yang deras yang mengakibatkan banjir, kecuali Nabi Hud AS dan pengikutnya yang diselamatkan.
3. Kaum Tsamud pada jaman Nabi Saleh AS, dibinasakan dengan cara didatangkan petir yang mengguntur, kecuali Nabi Saleh AS dan pengikutnya yang diselamatkan.
4. Kaum Nabi Luth AS pada jaman Nabi Luth AS, dibinasakan oleh gempa bumi dan hujan batu, kecuali Nabi Luth AS dan pengikutnya yang diselamatkan.

5. Kaum Madyan pada jaman Nabi Syuaib AS, dibinasakan dengan petir yang mengguntur, kecuali Nabi Syuaib AS dan pengikutnya yang diselamtkan

6. Firaun dan pengikutnya pada jaman Nabi Musa AS, dibinasakan dengan ditengelamkan di laut, kecuali Nabi Musa AS dan pengikutnya yang diselamatkan.

Memang sudah tidak ada lagi Nabi setelah Nabi Muhammad SAW yang memberi peringatan bagi umat manusia tetapi bukan berarti tidak ada peringatan-peringatan lagi bagi umat manusia. Dengan asumsi bahwa 100% rakyat Indonesia beragama sesuai dengan azas dasar negara kita Ketuhanan Yang Maha Esa yaitu sila pertama dari Pancasila, pasti disetiap agama punya kitab suci yang berisi peringatan–peringatan tentang akibat dari perbuatan yang buruk.

Kita bisa saja menganggap bahwa bencana alam yang pernah terjadi di Indonesia adalah sekedar bencana alam yang harus diatasi dengan memikirkan cara penanggulangannya. Kita juga bisa menyikapi bencana alam sebagai peringatan-peringatan atas perilaku bangsa Indonesia yang kurang terpuji dan dilakukan oleh mayoritas bangsa Indonesia yaitu perilaku korupsi yang juga berarti menipu atau menggelapkan uang rakyat.

Musibah atau azab yang sudah terjadi sejak tahun 2004: bencana tsunami di Aceh, gempa bumi di Yogyakarta, lumpur Lampido, tsunami di Pangandaran, banjir bandang di beberapa daerah, bobolnya tanggul Situ Gintung, angin puting beliung di beberapa daerah, gempa bumi di Jawa Barat dan yang terakhir gempa bumi di Sumatera Barat dan Riau.

Kalau ini adalah peringatan dari Allah SWT dan bangsa Indonesia kurang memperhatikan, kemungkinan besar akan ada bencana yang lain yang lebih besar akan terjadi. Kecuali bangsa Indonesia menghentikan secara serentak kebiasan korupsi yang melanda mayoritas bangsa Indonesia. Korupsi adalah suatu perbuatan dan perilaku yang sangat tidak terpuji yang mengakibatkan kesengsaraan jutaan rakyat miskin di Indonesia.

Note:
Kemungkinan besar merubah perilaku korupsi ini tidak akan bisa dilakukan oleh bangsa Indonesia karena kebiasaan korupsi sudah begitu akut dan mengakar dalam masyarakat, oleh karena itu musibah dan azab yang lebih besar yang lebih mungkin akan terjadi. Yang selamat hanya orang-orang yang tidak mau korupsi atau istilahnya R. Ng. Ranggawarsito dalam menyikapi jaman edan: kalau tidak ikut edan tidak kebagian, akhirnya bisa kelaparan tapi walaupun tidak memperoleh harta benda, masih lebih beruntung yang tetap eling (ingat) dan waspada.

Surat Al-An’aam ayat (6) Apakah mereka tidak memperhatikan berapa banyaknya generasi-generasi yang telah Kami binasakan sebelum mereka, padahal (generasi itu), telah Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi, yaitu keteguhan yang belum pernah Kami berikan kepadamu, dan Kami curahkan hujan yang lebat atas mereka dan Kami jadikan sungai-sungai mengalir di bawah mereka, kemudian Kami binasakan mereka karena dosa mereka sendiri, dan kami ciptakan sesudah mereka generasi yang lain.

Surat Huud ayat (117) Dan Tuhanmu sekali-kali tidak akan membinasakan negeri-negeri secara zalim, sedang penduduknya orang-orang yang berbuat kebaikan.

.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar